22 Juli 2022 menandai 30 tahun sejak mendiang gembong narkoba Pablo Escobar melarikan diri dari Katedral, julukan terhadap penjara yang menampung dia dan kawanannya. Sekitar setahun kemudian, dia tewas ditembak aparat di atap sebuah bangunan di Medellin, kampung halamannya.
Rangkaian kejadian dalam hidup (dan mati) Escobar terpapar dalam sebuah buku berjudul El Chino: La vida del fotógrafo personal de Pablo Escobar atau “El Chino: Kehidupan fotografer pribadi Pablo Escobar”.
Buku yang terbit pada Juli ini menuturkan bagaimana Edgar Jimenez bertemu dengan Escobar saat SMP dan belakangan menjadi juru foto pribadi yang memotret momen-momen pribadi sang pemimpin Kartel Medellin.
Edgar Jiménez, yang berjuluk El Chino, baru-baru ini berbincang dengan program BBC World Service Outlook mengenai hubungannya dengan Escobar.
Hubungan tersebut membentang dari ketika Escobar dianggap sebagai penyelamat kaum miskin dan terpilih sebagai anggota Kongres Kolombia—“masa keemasan” sang gembong narkoba, demikian Jiménez menyebutnya—hingga gelombang aksi kekerasan yang Escobar lakukan terhadap pemerintah Kolombia.
Meski terus mendampingi Escobar selama bertahun-tahun, menjadi bagian lingkaran dalamnya, minum-minum dengan para pembunuh bayarannya, dan mengetahui kekejian yang mereka lakukan, Jiménez tidak bermasalah bahwa dirinya begitu dekat dengan Escobar.
“Gembong narkobanya kan bukan saya. Saya melakukan kegiatan legal yaitu fotografi,” kilahnya kepada BBC.
Edgar Jiménez dan Pablo Escobar saling mengenal pada 1963, ketika mereka menjalani tahun pertama Sekolah Menengah Pertama Liceo Antioqueño, SMP favorit pelajar dari kalangan menengah dan dianggap berkualitas baik.
Sejak berusia 13 tahun mereka menjadi teman satu kelas, berolahraga bersama, dan mengobrol saat istirahat. “Kami berteman dengan sangat baik,” kata Jiménez.
Saat itu Escobar bukanlah tipe orang yang menonjol. “Pablo adalah pelajar biasa. Tidak bagus tapi juga tidak buruk. Bukan berarti dia tidak pintar, dia pintar, tapi perhatiannya berada pada hal lain,” kenang Jiménez.
Sekira usia 16 tahun, Escobar dan sepupunya, Gustavo Gaviria—yang juga satu sekolah—“sangat berhasrat memperoleh uang” dan mulai menjual rokok selundupan.
“Kami adalah pelajar dari kalangan ekonomi bawah hingga menengah, Escobar dan Gaviria juga demikian, tapi mereka yang paling banyak uang karena kegiatan di bidang itu.”
Lantaran kurang tekun di bidang akademis, Pablo Escobar gagal naik kelas pada tahun keempat dan harus mengulang di sekolah yang sama. Teman-teman satu kelasnya dulu mulai menjauhkan diri dan hilang kontak.
Adapun Edgar Jiménez semakin tertarik di bidang fotografi dan mendirikan klub fotografi di SMA. Ketika dia lulus sekolah dan masuk kuliah untuk menekuni teknik, dia fokus memotret acara-acara sosial untuk membayar uang kuliah.
Di lain pihak, Escobar lulus SMA setahun kemudian, tapi frustrasi karena tidak bisa mendapat pekerjaan. Dia mengatakan kepada ibunya bahwa dirinya tidak akan melamar pekerjaan lagi, tapi berikrar akan mendapat uang satu juta sebelum berusia 30 tahun.
”Saat itulah dia membuat keputusan menjadi seorang bandit dan kriminal..pada usia sekitar 19, 20 tahun,“ jelas Jiménez.
Kedua pria itu baru berjumpa lagi pada 1980. Jiménez, yang saat itu telah menjadi fotografer profesional, sedang menghadiri sebuah acara di Kota Puerto Triunfo, sekitar tiga jam dari Medellín. Dalam acara itu, seorang rekannya—yang merupakan pejabat daerah—mengundangnya untuk melihat sebuah lahan pertanian di kawasan tersebut.
Lahan pertanian itu tidak lain adalah Hacienda Napoles milik Pablo Escobar. Pada pintu gerbang, terdapat sebuah pesawat kecil sebagai “monumen” Escobar sebab dengan pesawat itulah dia pertama kalinya mengirimkan kokain ke Amerika Serikat.