Crownqq

Jumat, 24 Februari 2023

Kisah FotoGrafer Pribadi Gembong Narkoba Pablo Escobar

 


22 Juli 2022 menandai 30 tahun sejak mendiang gembong narkoba Pablo Escobar melarikan diri dari Katedral, julukan terhadap penjara yang menampung dia dan kawanannya. Sekitar setahun kemudian, dia tewas ditembak aparat di atap sebuah bangunan di Medellin, kampung halamannya.

Rangkaian kejadian dalam hidup (dan mati) Escobar terpapar dalam sebuah buku berjudul El Chino: La vida del fotógrafo personal de Pablo Escobar atau “El Chino: Kehidupan fotografer pribadi Pablo Escobar”.

Buku yang terbit pada Juli ini menuturkan bagaimana Edgar Jimenez bertemu dengan Escobar saat SMP dan belakangan menjadi juru foto pribadi yang memotret momen-momen pribadi sang pemimpin Kartel Medellin.


Edgar Jiménez, yang berjuluk El Chino, baru-baru ini berbincang dengan program BBC World Service Outlook mengenai hubungannya dengan Escobar.


Hubungan tersebut membentang dari ketika Escobar dianggap sebagai penyelamat kaum miskin dan terpilih sebagai anggota Kongres Kolombia—“masa keemasan” sang gembong narkoba, demikian Jiménez menyebutnya—hingga gelombang aksi kekerasan yang Escobar lakukan terhadap pemerintah Kolombia.


Meski terus mendampingi Escobar selama bertahun-tahun, menjadi bagian lingkaran dalamnya, minum-minum dengan para pembunuh bayarannya, dan mengetahui kekejian yang mereka lakukan, Jiménez tidak bermasalah bahwa dirinya begitu dekat dengan Escobar.


“Gembong narkobanya kan bukan saya. Saya melakukan kegiatan legal yaitu fotografi,” kilahnya kepada BBC.

Kenal Pablo Escobar sejak SMP


Edgar Jiménez dan Pablo Escobar saling mengenal pada 1963, ketika mereka menjalani tahun pertama Sekolah Menengah Pertama Liceo Antioqueño, SMP favorit pelajar dari kalangan menengah dan dianggap berkualitas baik.


Sejak berusia 13 tahun mereka menjadi teman satu kelas, berolahraga bersama, dan mengobrol saat istirahat.  “Kami berteman dengan sangat baik,” kata Jiménez.


Saat itu Escobar bukanlah tipe orang yang menonjol. “Pablo adalah pelajar biasa. Tidak bagus tapi juga tidak buruk. Bukan berarti dia tidak pintar, dia pintar, tapi perhatiannya berada pada hal lain,” kenang Jiménez.


Sekira usia 16 tahun, Escobar dan sepupunya, Gustavo Gaviria—yang juga satu sekolah—“sangat berhasrat memperoleh uang” dan mulai menjual rokok selundupan.


“Kami adalah pelajar dari kalangan ekonomi bawah hingga menengah, Escobar dan Gaviria juga demikian, tapi mereka yang paling banyak uang karena kegiatan di bidang itu.”


Lantaran kurang tekun di bidang akademis, Pablo Escobar gagal naik kelas pada tahun keempat dan harus mengulang di sekolah yang sama. Teman-teman satu kelasnya dulu mulai menjauhkan diri dan hilang kontak.


Adapun Edgar Jiménez semakin tertarik di bidang fotografi dan mendirikan klub fotografi di SMA. Ketika dia lulus sekolah dan masuk kuliah untuk menekuni teknik, dia fokus memotret acara-acara sosial untuk membayar uang kuliah.


Di lain pihak, Escobar lulus SMA setahun kemudian, tapi frustrasi karena tidak bisa mendapat pekerjaan. Dia mengatakan kepada ibunya bahwa dirinya tidak akan melamar pekerjaan lagi, tapi berikrar akan mendapat uang satu juta sebelum berusia 30 tahun.


”Saat itulah dia membuat keputusan menjadi seorang bandit dan kriminal..pada usia sekitar 19, 20 tahun,“ jelas Jiménez.


Kedua pria itu baru berjumpa lagi pada 1980. Jiménez, yang saat itu telah menjadi fotografer profesional, sedang menghadiri sebuah acara di Kota Puerto Triunfo, sekitar tiga jam dari Medellín. Dalam acara itu, seorang rekannya—yang merupakan pejabat daerah—mengundangnya untuk melihat sebuah lahan pertanian di kawasan tersebut.


Lahan pertanian itu tidak lain adalah Hacienda Napoles milik Pablo Escobar. Pada pintu gerbang, terdapat sebuah pesawat kecil sebagai “monumen” Escobar sebab dengan pesawat itulah dia pertama kalinya mengirimkan kokain ke Amerika Serikat.

"Seperti bersafari di Afrika"

Jiménez mengaku dirinya terpukau dengan betapa luasnya lahan pertanian itu—sekitar 3.000 hektare—yang dilengkapi area hutan tempat Sungai Magdalena mengalir. Lahan itu juga menampung 30 danau, sebuah arena adu banteng, landasan pesawat, landasan helikopter, serta sebuah hangar.

Namun yang paling berkesan adalah kebun binatang spektakuler dengan “fauna yang paling mewakili semua benua”. Untuk mewakili Australia, misalnya, Escobar memelihara burung kasuari, emu, dan kanguru. Kemudian untuk Afrika, terdapat zebra, badak, antelope, kuda nil, gajah, dan jerapah.

Escobar juga punya aviary yang dipenuhi burung-burung eksotis. Selain kakatua dan burung merak, terdapat “burung nuri semua warna, kakatua hitam yang harganya luar biasa mahal, serta seekor burung nuri biru bermata kuning yang dia beli US$100.000”.

Dia mengenang momen-momen lucu, seperti saat seekor burung unta mengambil sebatang rokok dari asistennya. Kejadian itu dipotret dan hasilnya seakan-akan burung tersebut sedang merokok.

Tapi ada pula insiden-insiden berbahaya. Suatu saat Jiménez momotret kasuari dari jarak dekat. Yang dia tidak tahu burung kasuari punya kuku kaki setajam pisau yang bisa menikam manusia.

“Saya tidak tahu dan saya memotretnya dari jarak satu meter. Dia menatap saya. Jika dia menyerang, saya tewas.”

Insiden lain melibatkan burung unta yang mengejarnya. Jiménez kabur sambil bergerak zig-zag sampai seorang pegawai mencegat satwa tersebut dan Jiménez bisa menyelamatkan diri tanpa cedera. 

Antara 1980 sampai 1984, di samping mengompilasi foto-foto satwa, Jiménez merekam acara sosial dan keluarga Pablo Escobar. Dia menembus lingkaran terdalam Escobar, termasuk dengan kaki tangan sang gembong dan pembunuh bayaran kepercayaannya.

Jiménez juga mendampingi Escobar dalam kegiatan masyarakat, seperti membagi-bagi uang dan membangun rumah untuk kaum miskin—tindakan yang membuat Escobar populer sekaligus membuat tindakan ilegalnya diabaikan.

Jiménez “dibayar sangat baik“ atas pekerjaannya, meskipun dia tahu asal-muasal uang tersebut. Sang fotografer menegaskan bahwa dirinya tidak menyesali berteman dekat dengan Escobar pada masa itu, yang dia sebut menunjukkan “aspek bagus, mulia, dan sisi baik hati Pablo Escobar”.


Periode akhir 1970-an dan awal 1980-an itu menunjukkan bahwa “mafia“ dikenal banyak uang namun terpandang dalam masyarakat Kolombia, tidak hanya bagi kalangan bawah tapi juga kalangan atas pebisnis dan pejabat pemerintah.

“Saat itu ada kolusi dengan gembong narkoba. Mereka menciptakan pekerjaan, bisnis, membantu banyak orang. Dan politisi yang kampanyenya didanai Pablo tidak pernah bertanya-tanya dari mana uang tersebut,” papar Jiménez.

Namun, dia menegaskan, “Gembong narkobanya kan bukan saya. Saya melakukan kegiatan legal yaitu fotografi,” kilahnya.

Kesedihan dan kelegaan

Belakangan, setelah diburu aparat Kolombia dan Amerika Serikat, Pablo Escobar memutuskan menyerah setelah mencapai kesepakatan bahwa dia akan menghabiskan beberapa tahun di penjara. 

Tapi itu sejatinya tipuan belaka. Penjara yang dijuluki ‘Katedral’ itu dibangun di gunung sesuai dengan permintaannya, termasuk jacuzzi, ruang biliar, bar, televisi, mebel impor, hingga lapangan sepak bola. 

Dari sana, dia melanjutkan aksinya sampai bisa mengutus pembunuh bayaran

Pemerintah Kolombia pun memerintahkan Escobar dipindahkan ke “penjara sungguhan”, tapi dia kabur dengan menjebol dinding pada 22 Juli 1992. 

Perburuan pimpinan Kartel Medellin pun dimulai lagi yang berakhir pada penembakan di sebuah atap bangunan di Kota Medellin pada 2 Desember 1993.

Ketika berita Escobar tewas disiarkan radio, Edgar Jiménez sedang berada di laboratorium fotografinya di pusat Kota Medellin.

Dia mengaku perasaannya campur aduk. Di satu sisi, dia merasa sedih karena kehilangan seorang teman yang dikenalnya sejak remaja.

Pablo selalu bersikap sangat baik kepada saya, secara pribadi dan sebagai teman. Dia melukai saya bahwa seseorang dengan kemampuan dan kecerdasannya, seseorang yang bisa sangat berguna untuk masyarakat, malah menempuh jalan yang berbeda.”

Di sisi lain, dia mengaku bahwa dirinya merasa lega “bagi masyarakat Kolombia karena negara dalam keadaan waswas” akibat serangan bom yang terus terjadi sehingga menewaskan polisi serta banyak orang tak berdosa termasuk perempuan dan anak-anak.

“Setidaknya semua kekerasan itu berakhir. Saya melihatnya sebagai hal positif.”

Hingga akhir 2000-an, Jiménez terus menjalin kontak dengan keluarga Escobar; ibunya, saudara-saudara kandungnya, serta keluarga istrinya untuk memotret dalam berbagai acara.

Namun hidupnya selalu terkait dengan mendiang pimpinan Kartel Medellin.

“Dia adalah bandit paling terkenal sepanjang sejarah, hidupnya membuat dia sebagai legenda dan kematiannya menjadi mitos. Saya, dalam beberapa cara, adalah bagian dari mitos tersebut”.

Danau-danau di lahan pertanian Escobar penuh dengan berbagai jenis angsa, itik, bebek, pelikan, bahkan lumba-lumba pink dari Sungai Amazon.

“Bagi seseorang yang belum terbiasa melihat itu semua, seperti sedang bersafari di Afrika karena hewan-hewan di sana hidup bebas dan dirawat dengan sangat baik,” kenangnya.

Pablo Escobar langsung mengenal teman sekelasnya dulu dan menyambutnya dengan pelukan. Ketika Escobar tahu bahwa Jiménez adalah fotografer profesional, dia menyewa jasanya untuk memotret semua hewan di lahan pertanian tersebut karena dia ingin memiliki inventaris foto 1.500 ekor satwa miliknya.

“Di situlah saya menjalin hubungan baru dengan Pablo dimulai. Dari tahun 1980 sampai kematiannya,” kata Jiménez.

Tugas memotret 1.500 ekor satwa bukan pekerjaan mudah. Jiménez harus berulang kali datang setiap 15 hingga 20 hari sekali.

Jiménez sangat bangga atas rangkaian foto yang dia ambil, khususnya rombongan kuda nil yang tiba di hacienda. Kuda nil-kuda nil itu adalah “orang tua, kakek, dan buyut kuda nil yang kini tersebar di Kolombia“ dan dianggap sebagai spesies invasif.






0 komentar:

Posting Komentar